Sonntag, Juli 11, 2004

potret

Sonntag, Juli 11, 2004 /

tadi aku iseng2 nonton tv, trus nonton ini:

Upacara Tikam Telinga di Papua
Yapen, Suku Barawai di ujung Pulau Yapen, Papua, memiliki tradisi Tikam Telinga untuk menguatkan kekerabatan. Ritual dilakukan jika ada anggota yang menikah dengan orang lain di luar suku.

Perkawinan antarsuku terbukti mampu mempererat tali kekerabatan. Itu pula yang terjadi saat Pieter Waimuri, warga Serui, Papua, menikahkan adik lelakinya dengan seorang gadis asal fam Waimuri, Desa Barawai, Kabupaten Yapen Timur, Papua. Namun proses mempererat tali keluarga tak selesai sampai di pernikahan saja. Masih ada satu tahap lagi agar simpul yang dijalin makin kuat. Pieter mesti menyelenggarakan acara Tikam Telinga untuk buah hati hasil perkawinan adiknya.

Pieter yang bermukim di Jakarta pun datang ke Desa Barawai. Dia menempuh perjalanan cukup panjang, terutama dari Jayapura menuju Desa Barawai. Jalur tersebut ditempuh selama sepekan. Sesampainya di kampung yang terletak di ujung Pulau Yapen, Pieter disambut tari-tarian oleh segenap penduduk desa.

Keesokan harinya, Kepala Suku Barawai Marcus Fairumbak mengajak Pieter ke hutan. Di sana, Pieter disuguhi pemandangan alam nan indah. Sang penatua kemudian memanggil burung-burung cendrawasih agar keluar dari sarangnya. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan tamu kepada burung-burung cendrawasih. Warga setempat percaya, burung berbulu indah itu adalah penjelmaan nenek moyang. Untuk diketahui, di desa inilah ditemukan spesies burung cendrawasih dengan bulu terpanjang dan indah.

http://www.papuabirdclub.com/galery.htm

Kedatangan Pieter diyakini diterima para leluhur. Itu dibuktikan dengan jatuhnya sehelai bulu burung cendrawasih yang bertengger di atas pohon. Bulu berwarna kuning panjang dan indah itu diserahkan kepada Pieter. "Ini tanda berkat dari nenek moyang. Simpan sebagai kenang-kenangan," ujar Marcus kepada Pieter.

Malam hari tiba. Anggota fam Waimuri mempersiapkan segala perlengkapan ritual Tikam Telinga, antara lain piring-piring keramik berukuran besar, kostum, uang, dan hiasan terbaik. Perlengkapan itu wajib dibeli Pieter untuk kedua keponakannya yang beranjak dewasa. Karena, makna lain upacara Tikam Telinga adalah transisi seorang anak dari remaja menuju dewasa. Tak heran, di mata warga Desa Berawai, upacara ini merupakan yang terbesar kedua setelah upacara perkawinan.

Prosesi dimulai dengan perjalanan Pieter dari rumah seorang kerabat ke kediaman iparnya. Prosesi ini dilakukan dengan berjalan kaki sambil menari. Setibanya di rumah sang ipar, Pieter menyerahkan sebuah piring keramik besar. Ini menandai selesainya kewajiban Pieter sebagai kakak ipar sekaligus paman bagi keponakannya.


Setelah itu, doa dipanjatkan. Kedua keponakan Pieter yang hendak ditusuk telinganya juga diberi petuah tentang ilmu meniti kehidupan. Kemudian, daun telinga mereka ditusuk dengan sepotong kayu seukuran tusuk gigi. Tak pelak, cara ini menimbulkan rasa sakit. Buktinya, seorang keponakan Pieter tampak berurai air mata menahan sakit. Namun, deraian air mata perlahan sirna seiring pelukan kasih sang ibu, ayah, dan Pieter.

Ritual pun usai. Namun, itu bukanlah akhir dari acara. Hajatan dilanjutkan dengan pesta muda-mudi. Mereka berdansa semalaman sambil menikmati makanan dan minuman seraya memanjatkan rasa syukur atas kelestarian budaya yang sudah hidup sejak zaman leluhur. Sementara Pieter bersiap-siap kembali ke Jakarta.(MTA/Tim Potret SCTV)
http://www.infopapua.com

wihhh..aku takjub banget loh nontonnya ni tontonan emang kudu diadain terus (asal jangan diulang2 thok) Subhanallah..aku jadi mahami betapa kayanya Indonesia ini akan budaya dan kekayaan alam yang menakjubkan..rite? kini saatnya kita untuk menjaga lingkungan kita ini, semampu kita, bila tak ingin mereka (binatang2 yang dilindungi) kita temukan dalam bentuk bangkai yang diawetkan..