Surat Untuk Panca Indraku

Tanpa terasa 17 tahun ini kalian telah tumbuh bersamaku, melengkapi bagian dari hidupku, dan sangat berperan dalam tiap detak perjalananku.
Wahai kedua bola mataku, jendela hatiku, bagaimana keadaanmu? Baik-baik sajakah dirimu? Maafkan aku yang selama ini banyak berbuat salah padamu. Maafkan aku yang selama ini jarang menggunakanmu untuk membaca Surat Cinta dari Yang Telah Menciptakanmu, malah selama ini aku lebih banyak berhadapan dengan hal-hal yang telah melalaikanku dan membuat tugasmu menjadi lebih berat. Maafkan aku duhai mutiara penglihatanku, aku tak menyayangimu dengan sepenuh hati dan bersyukur karena memilikimu. Semestinya aku lebih menghormatimu sebagai anugerah yang diciptakan olehNya.

Duhai kedua buah telingaku, bagaimana kabarmu? Sepertinya aku telah banyak membuatmu tersiksa dengan segala suara yang hanya membuatmu ingin menghindar. Aku bersalah, jarang menyimak buaian ayat-ayat Al Qur’an yang dilantunkan dari bibir suci yang mengharap surgaNya. Aku bersalah, sering mendengar gosip dan segala ucapan tak berguna yang semestinya aku tinggalkan.
Hidung ini yang selalu menghirup udara segar untuk kelangsungan hidupku, bagaimana kabarmu? Maafkan aku yang kadang harus terpaksa membuatmu mencium asap rokok dari mereka yang tak menghargai hidup, maafkan aku yang membuatmu harus mencium segala macam polusi yang mencemari dunia selama ini. Aku harus lebih menjagamu.

Wahai lidah yang tak bertulang, penyambung kata-kata menjadi lisan yang tersampaikan, bagaimana keadaanmu hari ini? Maafkan bila aku selama ini sering menyia-nyiakanmu untuk bergosip, membicarakan orang lain, berkata jahat, dan hal lain yang tak berguna. Maafkan manusia ini yang bibirnya jarang untuk menyebut namaNya, yang jarang mendendangkan cintaNya, yang sering menyiksa dengan ucapan kotor dan sering berbohong..

Dan untuk indra perasaku, kulit yang telah melindungiku selama ini dari segala bahaya, terluka dan tergores oleh tingkah lakuku. Sayang, aku sering berharap suatu saat nanti kulitku tak sehitam ini, inginku untuk memiliki kulit langsat seperti mereka, membuatku tak menghargaimu sebagai anugerah terindah dariNya. Padahal selama ini, mereka yang menyayangiku pun tak memandangku dari warna kulitku, dari wajahku. Mereka memandang dari hatiku. Maafkan aku, yang terlalu sering menyiksamu di bawah terik sang surya, bahan kimia yang bisa merusakmu, aku berjanji, aku akan selalu melindungimu sebagai anugerahNya yang tak sia-sia untuk diciptakan. Aku berjanji untuk tak memakai pemutih lagi.
Sayangnya syukurku masih belum sebanyak pasir di sepanjang pantai di seluruh lautan. Syukurku hanya sebutir debu yang tak punya tujuan. Aku tak menghargai semua yang aku dapatkan seperti kegunaan yang selama ini aku rasakan dan aku gunakan.
Ya Allah, Bantu aku untuk bersyukur lebih sering dan menghargai semua yang aku dapatkan di dunia ini…
Tertanda,
Pemilikmu yang Menyesal Telah Melupakan dan Menyia-nyiakanmu